Pujiantoko, Dadang (2010) Bantengan Tri Tunggal Di Desa Claket Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Skripsi thesis, Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Text
BAB I.pdf Download (17MB) |
|
Text
BAB V.pdf Download (2MB) |
|
Text
Full Teks.pdf Restricted to Repository staff only Download (55MB) | Request a copy |
Abstract
Berawal dari seni pencak kedaerahan, Tri Tunggal mulai mengakar dari budaya nenek moyangnya. Awalnya, kesenian pencak kedaerahan ini ditampilkan sebagai persembahan dan upacara saja. Namun, tragedi penjajahan Belanda waktu itu mememaksa kesenian pencak silat ini bangkit dengan tujuan untuk melawan penjajah dengan tidak mengurangi nilai pencak kedacrahannya. Pada sekitar tahun 1979, Siran dari Claket membangkitkan kesenian pencak silat ini menjadi kemasan yang cukup apik yaitu menyatukan tiga perguruan besar waktu itu (Djatayu Poetih, Tjondromowo dan Matjan Poetih) dengan nama Tri Tunggal. Siran memasukkan elemen Banteng yang ditemukan di Alas Coban ditepi Sungai Kromong sebagai maskotnya dengan simbol nama Raja Gumbala. Claket adalah nama sebuah desa dari Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto Jawa Timur, dengan berbagai kesenian yang hidup dan berkembang di daerahnya, tidak mengurangi eksistensi Bantengan Tri Tunggal sendiri yang hidup hingga saat ini. Bentuk kesenian Bantengan terdin atas empat bagian utama yakni peragaan jurus kembangan dalam sesi Kembangan lunggal, Setelan, Atraksi sebagai pengisi perpindahan antar bagian dari pertunjukan, Bumbingan dan Macanan sebagai peralihan menuju Bantengan melalui proses adadi oleh tokoh pemain (sebagai tubuh perantara) melalui sarana yang disebut sandhingan/sajian'sajen. Bantengan merupakan penutup dari pertunjukan Tri Tunggal. Teori 10 fungsi menurut Alan P. Meriam serta teori Sign olch Pierce sangat membantu peneliti dalam proses mengartikan tentang keberadaan serta makna yang terkandung dalam keseman Bantengan ini. Berbagar aspek fungsi dalam Bantengan merupakan wujud dari pentingnya nilai-nilai yang ada dan sangat perlu dijaga serta dilestarikan terutama oleh generasi mudanya. Makna yang terkandung dalam Bantengan terbagi atas icon, index dan symbol. Pembahasan mengenai makna juga semakin memperjelas pengertian dengan lebih mendalam. Pendekatan yang digunakan dalam Bantengan Iri Tunggal adalah pendekatan etnomusikologi sebagai dasarnya, serta terdapat kesetakupan penekanan pengetahuan terutama dari segi Semiologi dan Antropologiadengan tanpa mengurangi esensi etnomusikologi serta arti penting dalam analisis bentuk musiknya. Fenomena berbagai karakter yang mengikat (Folklor, Cerita. kerakyatan, dan karakter musik khas jawa timuran) sebagai benang merah kesatuan (utility) dikemas dengan berbagai aspek-aspek Mitologi dan Mistisisme juga turut mewarnai hidup dan berkembangnya kesenian Bantengan Tri Tunggal
Item Type: | Thesis (Skripsi) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
|||||||||
Contributors: |
|
|||||||||
Department: | KODEPRODI91201#ETNOMUSIKOLOGI | |||||||||
Uncontrolled Keywords: | Bantengan, Bentuk, Fungsi, Makna | |||||||||
Subjects: | Etnomusikologi | |||||||||
Divisions: | Fakultas Seni Pertunjukan > Jurusan Etnomusikologi | |||||||||
Depositing User: | susilo SW wati | |||||||||
Date Deposited: | 02 Nov 2023 07:26 | |||||||||
Last Modified: | 29 Nov 2024 07:54 | |||||||||
URI: | http://digilib.isi.ac.id/id/eprint/15784 |
Actions (login required)
View Item |