Soedarso Sp, Soedarso Sp (1987) Morfologi wayang kulit : Wyang kulit dipandang dari jurusan bentuk Pidato ilmiah pada dies natalis ISI Yogyakarta ke III. ISI Yogyakarta, Yogyakarta.
Text
MORFOLOGI WAYANG KULIT WAYANG KULIT DIPANDANG DARI JURUSAN BENTUK_0001.pdf Download (9MB) |
Abstract
Dapatkah bentuk wayang kulit yang ada sekarang ini dikembangkan atau disempurnakan lagi? Untuk menjawab pertanyaan itu saya ingin kembali kepada pernyataan saya yang terdahulu, yaitu bahwa perkembangan bentuk wayang kulit itu tampaknya kini sudah mencapai titik puncaknya. Dengan kata lain, pertanyaan tadi harus dijawab bahwa kiranya sudah tidak mungkin lagi bentuk wayang kulit itu dikembangkan atau disempurnakan lebih lanjut. dan itu bukannya tidak ada sebabnya. Tadi sudah diuraikan bahwa dalam ujudnya yang sekarang ini bentuk wayang kulit beserta segenap bagian-bagiannya itu sudah dipenuhi oleh simbul-simbul mau pun aturan-aturan tertentu sehingga sudah tidak tersisa lagi ruangan bagi imajinasisi pembuat untuk bergerak. Semuanya sudah diatur dan semuanya sudah ditentukan. Sudah tidak dapat lagi kita menambahkan apa-apa disana. Yang masih dimungkinkan adalah mengubah atau menggantinya, dan itu pulalah yang dilakukan oleh Sdr. Sukasman. la berusaha untuk mengganti simbul-simbul yang sudah ada itu dengan simbul-simbul baru yang lebih sesuai dengan kebutuhannya sebagai manusia modern, yang lebih sesuai dengan interpretasinya atas tokoh-tokoh dalam pewayangan itu, dan barangkali juga yang lebih sesuai dengan pikiran realistiknya. Digantinya, misalnya, sembulian dengan draperi atau lipatan-lipatan kain yang realistik, seritan rambut dengan gambaran rambut ikal yang bagaikan mayang mengurai, dan digantinya tangan dan kaki Gareng dengan bentuk-bentuk yang lebih dramatik. Maka yang terjadi adalah penggantian simbul-simbul dengan seperangkat simbul baru yang setidak-tidaknya lebih sesuai dengan alam pikiran masa kini. Penggantian ini bisa berarti suatu perbaikan bagi pikiran realistik, tetapi mungkin pula dianggap se bagai penurunan atau penyimpangan oleh mereka yang masih berbicara dengan bahasa tempo dulu. Telah banyak pula dicoba untuk mengadakan perkeliran gaya baru, baik de ngan dua dalang dan dua lampu di sebelah- menyebelah layar, dengan wayang kulit yang transparan, maupun dengan layar lebar. Semuanya cukup bagus dan menarik, namun dengan itu kita kehilangan suasana di belakang layar yang mistis seperti yang telah saya sebutkan tadi. Ya, tetapi bisa juga orang bersahut, "Who cares?"Ya, who cares? Bukankah orang-orang modern ini memang berlainan dengan nenek moyang nya yang memuja arwah melalui wayang kulit? Bukankah fungsi wayang kulit memang sudah bergeser dan kini anak-anak tidak lagi mencari Kresna tetapi mendambakan Gareng atau Bagong? Nah, sampailah kita pada suatu persoalan yang sudah berada di luar bingkai pembicaraan ini. Kembali ke masalah pengembangan bentuk, dengan segenap ketelitian barangkali kita masih bisa menemukan lubang-lubang jarum ke mana kita masih dapat menyusupkan penyempurnaan-penyempurnaan . Tetapi mungkin juga akan terdengar bisikan, kenapa tidak kita biarkan saja seni adi-luhung yang sudah mapan itu, dan kenapa tidak kita buat saja seni baru dengan bentuk dan bahasa baru yang jelas akan lebih sesuai dengan aspirasi masyarakat modern ini. Ya, kenapa tidak?
Item Type: | Other | ||||
---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||
Subjects: | Pedalangan | ||||
Divisions: | Fakultas Seni Pertunjukan > Jurusan Pedalangan | ||||
Depositing User: | Agustiawan Agustiawan | ||||
Date Deposited: | 23 Dec 2024 04:06 | ||||
Last Modified: | 23 Dec 2024 04:06 | ||||
URI: | http://digilib.isi.ac.id/id/eprint/18898 |
Actions (login required)
View Item |