Widyastuti, Wuri (2025) Makna Sulak Pada Penyajian Jathilan Turonggo Suro Babak Pungjur Klasik Di Dusun Lemahdadi Bangunjiwo Kasihan Bantul. Skripsi thesis, Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
![]() |
Text
Wuri Widyastuti_2025_full text.pdf Restricted to Repository staff only Download (2MB) | Request a copy |
![]() |
Text
Wuri Widyastuti_2025_BAB I.pdf Download (611kB) |
![]() |
Text
Wuri Widyastuti_2025_BAB IV.pdf Download (206kB) |
![]() |
Text
Wuri Widyastuti_2025_Persetujuan.pdf Restricted to Repository staff only Download (161kB) | Request a copy |
Abstract
Tulisan ini mengupas “Makna Sulak Pada Penyajian Jathilan Turonggo Suro Dalam Babak Pungjur Klasik Di Dusun Lemahdadi Bangunjiwo Kasihan Bantul” Kesenian rakyat Jathilan Turonggo Suro, yang berdiri sejak 1950 di Bangunjiwo, adalah warisan leluhur yang dipercaya masyarakat setempat. Didirikan oleh Kerto Pawiro, kesenian ini awalnya bertujuan untuk kepentingan masyarakat dengan berpedoman pada cerita prajurit Panji dan Mataraman. Penelitian ini bertujuan untuk memahami nilai-nilai dan makna filosofis dalam babak klasik Jathilan Turonggo Suro sebagai budaya tradisi yang dilestarikan. Pendekatan semiotika yang dilandasi oleh pemikiran Peirce. pemikiran Jawa dan teori Peirce digunakan untuk menganalisis simbol dan makna yang terkandung dalam unsur-unsur pertunjukan seperti tema, penari, gerak, pola lantai, properti, iringan, busana, dan tempat. Masyarakat Bangunjiwo terus melestarikan kesenian ini sebagai wujud bakti dan syukur kepada Tuhan. Pendekatan semiotika berdasarkan konsep pemikiran Jawa yang sangat kental akan makna-makna filosofis dan didukung oleh dasar pemikiran Charles Sanders Peirce dengan teori triadic dan trikotominya yang melahirkan sebuah interpretant melalui representament berkaitan dengan pengamatan indrawi. Berdasarkan pola pemikiran yang dianut oleh masyarakat Jawa, segala hal yang ada alam semesta ini sejatinya telah ditelaah melalui berbagai macam simbol maupun ajaran kebaikan sehingga diharapkan mampu menjadi pengingat bagi umat manusia. Pemahaman makna-makna filosofis yang terkandung di dalam jathilan Turonggo Suro dalam babak klasik dilihat berdasarkan pandangan konsep Jawa tersebut dapat dikaitkan dengan sulak sebagai simbol Senjata digunakan sebagai alat untuk membela diri dari hal buruk yang akan terjadi seperti penulis menyimbolkan sulak sebagai simbol yang memiliki makna penolak bala juga penolak hal negatif yang akan terjadi sehingga masyarakat Bangunjiwo menjadikan pertunjukan kesenian rakyat seperti Jathilan Turonggo sebagai cara untuk menjadi sarana memanjatkan rasa syukur dan memohon untuk terhindar dari hal buruk. Sulak juga memiliki konsep “lelaning jagad lakuning bawana” dalam bahasa Jawa berarti lelaki yang hebat di seluruh dunia, yang menjadi panutan atau contoh bagi seluruh dunia. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki kualitas kepemimpinan yang luar biasa, tidak hanya dalam hal kemampuan, tetapi juga dalam hal perilaku dan pengaruhnya terhadap orang lain. Kata kunci: Makna, sulak, Jathilan.
Item Type: | Thesis (Skripsi) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
|||||||||
Contributors: |
|
|||||||||
Department: | KODEPRODI91231#TARI | |||||||||
Uncontrolled Keywords: | Makna,Sulak,Jathilan | |||||||||
Subjects: | Tari > Pengkajian Tari | |||||||||
Divisions: | Fakultas Seni Pertunjukan > Jurusan Tari > Seni Tari (Pengkajian) | |||||||||
Depositing User: | Wuri Widyastuti | |||||||||
Date Deposited: | 24 Jun 2025 03:12 | |||||||||
Last Modified: | 24 Jun 2025 03:32 | |||||||||
URI: | http://digilib.isi.ac.id/id/eprint/20287 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |