Kasidi, Kasidi (2025) Pagelaran Karya Seni Monumental - Wayang Kulit Format Masa Depan. [Show/Exhibition]
![]()
|
Video (Pagelaran Karya Seni Monumental)
hqdefault.jpg - Published Version Download (37kB) | Preview |
|
![]() |
Video
sh: 1: /usr/bin/youtube-dl: not found Download (0B) |
Abstract
Kondisi sosial-budaya masyarakat Indonesia ke depan akan terjadi perubahan yang sangat signifikan. Dalam aspek kepadatan penduduk, ketersediaan arena yang memadai untuk pertunjukan wayang model sekarang ini akan sangat sulit dijumpai. Kepadatan aktivitas masyarakatnya pun semakin cepat pergerakannya, sehingga ketegangan pikiran masyarakat akan semakin meningkat. Oleh karena itu dibutuhkan event-event yang sifatnya menghibur. Dengan pemikiran sosiologis yang berpijak pada kerangka pikir pedalangan dan wayang, karya ini dibangun untuk mengantisipasi berbagai persoalan di atas. Perpendekan durasi waktu, penyederhanaan property, penggunaan gaya pakeliran yang santai dan humoris namun diupayakan masih mempertahankan pengetahuan yang ada dalam jagad pedalangan. Lakon “Jaka Slewah” ini hanyalah sebagai contoh saja, yang bisa diberlakukan pada lakon-lakon yang lain. Jarasanda adalah tokoh pemuja Syiwa yang sejati. Ketika dia naik tahta, tidak dengan membunuh ayahnya. Dia membangun pertahanan negaranya dengan memasang tambur dari kulit harimau (bukan kulit ayahnya, yang dia bunuh atas dendam). Tambur ini berhasil dihancurkan oleh Arjuna sebagai manifestasi Syiwa dengan pusaka panah Merdaging. Untuk menuju istana kerajaan Magada, Bima men”jara” gunung. Jarasanda lahir dari hasil pemujaan Prabu Dahadrata. Atas berkat Sang Hyang Jaramaya (Utusan Syiwa/pembantu Batari Durga), Prabu Dahadrata diberi sebuang mangga sebagai sarana mendapatkan keturunan. Oleh karena mangga hanya satu, sementara kedua istrinya menghendaki memiliki keturunan, maka demi adilnya, mangga itu pun dibelah menjadi dua untuk masing-masing istrinya. Uniknya, ketika bayi lahir, masing-masing berwujud belahan yang merupakan pasangan antara satu dengan lainnya. Atas pertolongan Jaramaya, kedua belahan bayi tersebut dipersatukan, menjadi satu bayi yang sempurna. Atas jasa Jaramaya itulah sang bayi diberi nama Jarasanda. Dewasanya, Jarasanda menggantikan kedudukan tahta Magada, mewarisi Prabu Dahadrata. Prabu Jarasanda mati ditangan Bima dengan cara dibelah tubuhnya, kembali ke asal muasalnya, dan sempurnalah kematian Jarasanda. Dia lahir dari berkah Syiwa, dan mati oleh Bima sebagai manifestasi Syiwa pula.
Item Type: | Show/Exhibition | ||||
---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||
Uncontrolled Keywords: | Seni Monumental, Wayang Kulit, masa depan | ||||
Subjects: | Pedalangan | ||||
Divisions: | Fakultas Seni Pertunjukan > Jurusan Pedalangan | ||||
Depositing User: | Agustiawan Agustiawan | ||||
Date Deposited: | 07 Aug 2025 05:19 | ||||
Last Modified: | 07 Aug 2025 05:19 | ||||
URI: | http://digilib.isi.ac.id/id/eprint/21646 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |