George R. Kernoddle, - and Yudiaryani, - (2016) Menonton Teater IV(Invitation To The Theatre, 1967). BP ISI Yogyakarta, Yogyakarta.
Text
full BAB Tujuh dan Delapan Teater Canda Tawa Perpus (asli).pdf Restricted to Repository staff only Download (13MB) | Request a copy |
||
|
Text
upload.pdf Download (2MB) | Preview |
Abstract
Komedi jauh lebih rumit daripada tragedi dan lebih sulit ditentukan. Kata tersebut digunakan untuk beberapa jenis pertunjukan yang berbeda-beda dan untuk skala pensikapannya yang lebih luas, dari gaya banyolan slapstik hingga kenikmatan canggih komedi tinggi, kenikmatan ambisius satir kasar, dan bahkan penyerapan pesonanya dalam pertunjukan romantik di mana tidak ada canda tawa sama sekali. Kita melihat diri kita sendiri di dalam karakter komik, kita seperti dirinya, dan kemudian kita tertawa senang ketika melihat dirinya dipukul. Kita memproyeksikan diri kita ke atas panggung dan kemudian duduk memisahkan diri, menyaksikan dari jarak jauh. Di beberapa abad, semua pertunjukan, entah itu komik atau tragik, hanya disebut komedi. Kata ‘pertunjukan’ itu sendiri mengandung sesuatu yang dilakukan demi kesenangan seutuhnya. Canda tawa, keriuhan tersembunyi, suara tertawa terbahak-bahak sama dengan—dan begitu berbeda dari—lolongan seekor anjing, tidak pernah dijelaskan secara lengkap. Hal tersebut membawa relaksasi seketika dan kesenangan yang dalam. Berlangsung secara sukarela dan tentu saja dapat dikembangkan dan menjadi stimulasi. Bisa subjektip dan individual dan paling banyak terjadi di kalangan kelompok sosial. Apakah menggunakan otot-otot dan reaksi-reaksi warisan leluhur hewani kita yang menelanjangi keganasan taring mereka dan menggonggong pada apa yang tidak mereka setujui, yang bersin untuk mengeluarkan sesuatu yang gatal atau bau dari hidung mereka? Akan tetapi manusia hanyalah binatang yang penuh canda tawa, dan seorang ibu dapat tertawa riang bersama dengan bayinya sama bebasnya seperti anak lelaki yang berlari sambil tertawa riang dan mengeluarkan sumpah serapah kepada orang yang lebih tua yang mencoba menangkapnya. Will Rogers, koboi humoris, mengatakan bahwa apa yang membuat orang tertawa adalah “sesuatu yang lucu’. Seseorang mengenali sesuatu yang tiba-tiba terhenti, sesuatu yang tidak sesuai dalam hitungannya yang sangat njelimet: “Itulah yang lucu”, katanya, “terjadi sesuatu yang muncul dengan cara yang tidak diharapkan.” Keanehan itulah yang menjadi jantung komedi—sesuatu yang tidak pas, sesuatu yang tidak diharapkan ada. Henri Bergson, di dalam eseinya On Laughter, mengatakan bagaimana kita tertawa dalam konflik antara kehidupan dan peraturan yang coba kita terapkan padanya. Secara mekanis, hal tersebut tersembunyi dari kehidupan, tetapi tetap muncul melalui canda tawa. dst
Item Type: | Book | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Uncontrolled Keywords: | seni pertunjukan, teater, Invitation to the Theatre, George R. Kernoddle | ||||||
Subjects: | Teater > Pengkajian seni teater (dramaturgi) | ||||||
Divisions: | Fakultas Seni Pertunjukan > Jurusan Teater | ||||||
Depositing User: | agus tiawan AT | ||||||
Date Deposited: | 07 Mar 2017 03:36 | ||||||
Last Modified: | 07 Mar 2017 03:36 | ||||||
URI: | http://digilib.isi.ac.id/id/eprint/1264 |
Actions (login required)
View Item |