Yudiaryani, Penterjemah and Sarah Kane, Penulis Asli (2016) Cinta Pedra. ISI Yogyakarta, Yogyakarta.
|
Text
(Phedra's Love (Cinta Phedra).pdf Download (4MB) | Preview |
Abstract
Karir Sarah Kane dikenal pertama kali melalui karyanya Blasted, yang menjadi karya kontroversial di kalangan pembacanya. Hidupnya berakhir dengan cara yang tragis: bunuh diri diiringi terbitnya karya terakhir 4.48 Psychosis. Keduanya benar-benar menggegerkan dan menjadi momentum yang menentukan bagi kehidupan dunia teater Inggris akhir-akhir ini. Bayang-bayang kehidupannya mengikat masyarakat untuk selalu membaca karya-karyanya. Namun, sangat disayangkan dengan dikesampingkannya kualitas 5 naskah lain yang ditinggalkannya; sangat sayang—jika dengan mengacu pada mitos pengarang—kita harus kehilangan ledakan-ledakan teatrikal, lirisme, kekuatan emosional dan humor kelam yang terkandung dalam naskah-naskah tersebut. Blasted, Pedra’s love, Cleased, Crave dan 4.48 Psychosis membentuk karya yang mendukung batasan naturalistik teater Inggris. Setiap naskah merupakan satu babakan baru dalam perjalanan artistik yang dipetakan oleh Kane melalui kekelaman dan wilayah interval yang tak terperikan laknatnya: wilayah kekejaman, kesendirian, kehancuran mental dan yang terus menerus terjadi, wilayah cinta. Blasted diproduksi oleh Royal Court bulan Januari 1995 di Theatre Upstairs yang berkapasitas 60 tempat duduk. Pementasan dimulai dengan manusia setengah baya, Ian dan seorang wanita muda, Cate, masuk dalam kamar hotel ternama di Leeds. Segera panggung menyarankan sepotong ruang yang terkait dengan apa yang diakrabi oleh penonton Inggris. Namun demikian, hampir dari kata pertama naskah tersebut “ I’ve shot in better places than this”, menjadi sebuah kesadaran yang sulit bahwa karya tersebut tidak berbicara tentang dirinya sendiri. Sikap Ian dan bahasanya yang tidak menyenangkan, bahkan menjijikkan; dan sah. Tak ada kata-kata yang berkuasa yang mampu membuat diri kita nyaman. Ketika peristiwa bergerak, moralitas yang amburadul tumbuh hingga adegan-adegan akhirnya berubah dan kita belajar bahwa, sepanjang malam, Ian memperkosa Cate. Sesudahnya terdengar bunyi ketukan di pintu kamar hotel tersebut, dan di adegan yang sangat berani, seorang tentara masuk, tidak jelas dari mana, dan melakukan suatu tindakan yang buas dan mengerikan yang membuat dunia hancur berantakan. Seperti halnya tindakan perkosaan, yang menghancurleburkan dunia dalam sang korban dan juga si pelaku kejahatan, juga telah menghancurkan dunia di luar kamar tersebut. Bentuk naskah tersebut dimulai dari suatu peristiwa. Strukturnya tampak melengkung karena beban kekejaman yang sangat kuat. Kerangka waktunya padat; adegan berawal di musim semi dan berakhir di musim panas. Dialog-dialognya menghanyutkan kemudian berkembang menjadi tipis. Adegan-adegannya ditampilkan dalam fragmen yang semakin mengecil sampai tinggal menjadi sebuah snapshot : Imej Ian, semua struktur kehidupannya hancur, tinggal menjadi inti dasarnya ― sosok makhluk hidup, tersiksa, jorok, gembel, kesepian, hancur, sekarat dan di adegan terakhir, hening. Imej akhir sama seperti peristiwa yang terjadi dalam karya Beckett di mana impuls manusia yang harus diraih ditemukan tepat di jantung kesuraman dan ketertekanan. Kritik-kritik yang mengarah pada Litani Blasted tentang tabu yang dihancurkan, menyisihkan kenyataan bahwa akar masalah tersebut tidak terdapat di sebuah kamar mandi berdarah model film post modern tetapi dalam nihilitas manusia anatomi Shakespeare: Lear dalam temperamen panas dan Timon dalam gua ketersembunyiannya. Blasted menempatkan Kane dalam lembaran baru koran tabloid seperti halnya lembaran-lembaran karya seni, sementara itu penulis-penulis yang lain mungkin menikmati semacam dampak dari karya-karya yang diciptakan, yang bagi Kane sulit dan membuatnya depresi. Pernyataannya yang sederhana, bahwa ada hubungan antara perkosaan di kamar hotel di kota Leeds dengan neraka keputusasaan perang saudara, merupakan kesalahmengertian kekanak-kanakan yang cenderung menjadi sebuah keheranan sampai karyanya yang berjudul Crave muncul tahun 1998, persepsi publik tentang karyanya mulai membaik melampaui tanggapan yang sederhana terhadap kontroversi Blasted. Karya Kane berikutnya merupakan penulisan kembali mitos Pedra. Phaedra’s Love yang juga disutradarainya, menunjukkan keberlanjutannya dalam memproses fragmentasi naturalisme. Juga, dunia panggung yang kelam dan ekstrem tetap sebagai sumber kepedihan diperkecil dari perang saudara menjadi perang dalam keluarga. Dalam contoh ini, keluarga kerajaan. Ini juga menjadi karya Kane pertama yang secara eksplisit terkait dengan apa yang menjadi tema utamanya : Cinta. Hipolitus, pangeran yang manja, digiring untuk bersedia menerima hidupnya tanpa terganggu gugat. Emosi, cinta pada khususnya, dan kebutuhan di setiap tipenya benar-benar ancaman tak tertahankan baginya. Impuls seksualnya yang tak terkontrol harus tersalurkan melalui masturbasi atau memperlakukan patner seksualnya menjadi objek. Phaedra, ibu tirinya, jatuh cinta pada anak lelakinya itu. Cara penyerahan diri yang dilakukannya yang hampir tidak masuk akal tersebut, menghilangkan kehormatan dirinya, merupakan kebalikan dari sikap Hipolitus dan membentuk impuls kembar yang kedua yang menggerakkan keluarga tersebut ke arah kehancuran yang mengerikan. Kegagalan mempertahankan baik kondisi emosional maupun menjaga totalitas jati diri, membentuk latar kelam perjalanan Phaedra. Dilecehkan oleh Hipolitus, ia menemukan penghancuran diri yang sempurna melalui bunuh diri. Hippolitus, yang didakwa oleh rakyat telah memperkosa ibunya, menolak mempertahankan dirinya dan tercabik-cabik oleh kegilaan massa. Di kalimat terakhir menjelang kematiannya ia menampilkan jati diri yang seutuhnya, meskipun tubuhnya tercerai berai dan adegan tersebut telah menghilangkan kehormatannya. Bunuh diri selalu menghadirkan pertanyaan, dan bunuh diri si penulis ini meninggalkan material yang bagi si pembaca yang hidup menjadi saringan untuk mencari jawaban. Tak dapat disangkal bahwa bayangan kematian Kane menghujam dalam karya-karyanya dan kita dapat membuat diagnosa, dan mendengar jeris tangis permintaan tolong. Pembaca diberi kesempatan tidak untuk mencari kata-kata pengarang di balik karya-karya tersebut tetapi untuk mengirim kehadiran kita, ketakutan kita atas kehancuran diri kita serta impuls kita melalui karya-karya tersebut.
Item Type: | Other | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||
Uncontrolled Keywords: | naskah drama, teater | ||||||
Subjects: | Teater > Penciptaan (penyutradaraan, penataan artistik, penulisan naskah,pemeranan) Teater > Pengkajian seni teater (dramaturgi) |
||||||
Divisions: | Fakultas Seni Pertunjukan > Jurusan Teater | ||||||
Depositing User: | agus tiawan AT | ||||||
Date Deposited: | 29 May 2017 06:20 | ||||||
Last Modified: | 29 May 2017 06:20 | ||||||
URI: | http://digilib.isi.ac.id/id/eprint/1696 |
Actions (login required)
View Item |