Membangun dialektika estetik wayang dalam perspektif pendidikan tinggi seni . Pidato ilmiah pada dies natalis ISI Yogyakarta ke XXXII

Wahyudi, Aris (2016) Membangun dialektika estetik wayang dalam perspektif pendidikan tinggi seni . Pidato ilmiah pada dies natalis ISI Yogyakarta ke XXXII. ISI Yogyakarta, Yogyakarta.

[img] Text
MEMBANGUN DIALEKTIKA ESTETIK WAYANG DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN TINGGI SENI_0001.pdf

Download (9MB)
Official URL: https://lib.isi.ac.id

Abstract

Berdasarkan paparan diperoleh beberapa catatan berikut. Pertama, sejak dulu hingga sekarang, kehadiran wayang tidak pernah tanpa tujuan, entah itu berkenaan dengan ritual, ideol ogi politik , sosial, bud aya, estetika, dan seba gainya . Wayang buk an sekedar mcmbawakan cerita, tetapi selalu menyampaikan nilai-nilai estetika universal untuk mengajak masyarakat untuk menjalankan pranata sosial, pranata kosmos, dan pranata ritual untuk membangun kondisi sosial-budaya yang lebih baik dan bermartabat. Melalui kon sep-konsep universalnya, wayang mampu meredam situasi konflik. Kedua, perjalanan sejarah wayang yang sedemikian panjang dikarenakan da lam setiap proses pewarisannya selalu disertai penafsiran "baru" untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan generasi pewarisnya. Penafsiran baru tersebut selalu mempertimbangkan dialektika estetik wayang, yang menghubungkan konsep-konsep wayang dari generasi sebelumnya dengan generasi pewarisnya. Ketiga, selama mema suki era reformasi dan globalisasi dewasa ini menunjukkan bahwa penafsiran baru yang dilakukan dalang masih terbelenggu oleh idiom formalnya serta kurang memanfaatkan fenomena budaya yang lain sehingga tidak terjadi dialektika estetik wayang dengan generasi muda secara umum. Oleh karena itu, dalang perlu mulai membuka diri untuk pcka clan je li tcrhadap terhadap isu-i su aktua l dalam pcrkem bangan sosial-budaya, serta meningkatkan bekal estetika wayang, baik yang berkcnaan dengan material estetik maupun pengalaman estetik. Kecmpat, dalam hubungannya dengan wacana practice based research, meskipun karya wayang harus ilmiah, tetapi jangan terjebak dalam pemaknaan tunggal, melainkan harus menghasilkan pemaknaan yang universal. Pemaknaan tunggal akan membuat wayang tidak terbuka dan sekaligus menutup pintu masuk dari berbagai paradigma; dan ini berarti wayang telah gaga! mendudukkan dirinya sebagai seni. Kelima, kurangnya atau mungkin kesalahan strategi - kebijakan pemerintah terhadap pelestarian wayang; serta kurangnya minat media masa, khususnya televisi untuk menyediakan ruang yang cukup daan strategis untuk wayang. Akibatnya upaya publikasi masal wayang menjadi sulit untuk dijangkau. Keenam, apabila kelima butir tersebut dapat diatasi, maka besar harapan untuk men ciptakan proses dialektika estetik wayang, bukan saja kepada generasi muda Jawa, tetapi sangat mungkin untuk seluruh generasi muda Indonesia, karena sejarah telah menunjukkan ke-universal-an wayang. Dari sinilah akan mampu membentuk kepribadian bangsa yang kokoh, sehingga dalam percaturan dunia global ke depan, bangsa Indonesia tidak hanyut oleh derasnya kebudayaan asing yang mcmbanjiri Indonesia. Ke-tujuh, konsep wayang yang universal telah menarik perhatian berbagai bangsa di dunia (pengakuan UNESCO) . Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya mahasiswa luar Indonesia yang ingin belajar wayang. Oleh karena itu apabila Indonesia kalah gesit dalam mengelola wayang, maka tidak mustahil apabila kelak wayang justru berkembang di luar sana dengan wujud "baru "nya

Item Type: Other
Creators:
CreatorsNIM/NIP/NIDN/NIDK
Wahyudi, Arisnidn0028036405
Subjects: Pedalangan
Divisions: Fakultas Seni Pertunjukan > Jurusan Pedalangan
Depositing User: Agustiawan Agustiawan
Date Deposited: 23 Dec 2024 03:39
Last Modified: 23 Dec 2024 03:39
URI: http://digilib.isi.ac.id/id/eprint/18895

Actions (login required)

View Item View Item